Rabu, 13 April 2016

Makalah Analisis Puisi

Menganalisis Puisi Karya Taufiq Ismail
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Dosen Mata Kuliah   : Betta Anugrah Setiani, S.Pd




Disusun oleh :
Nama :                                                      NIM :
        Jaenul Humaedilah                                   (142SIB014038)





PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH BOGOR
2015


DAFTAR ISI
Kata pengantar....................................................................................................   i
Daftar isi...............................................................................................................   ii
BAB I            : Pendahuluan...............................................................................   1
                        1.1. Landasan Teori.......................................................................   1
BAB II          : Pembahasan................................................................................   2
                        2.1. Analisis Puisi Seorang Tukang Rambutan Kepada Istrinya...   2
                        2.2. Analisis Puisi Kerendahan Hati..............................................   5
                        2.3. Analisis Puisi Sebuah Jaket Berlumur Darah.........................   8
                        2.4. Analisis Puisi Karangan Bunga.............................................. 11
                        2.5. Analisis Puisi Kemis Pagi....................................................... 13
BAB III        : Penutup........................................................................................ 17
                        3.1. Kesimpulan............................................................................. 17
                        3.2. Saran....................................................................................... 17
Daftar pustaka..................................................................................................... 18
Lampiran............................................................................................................. 19


KATA PENGANTAR
Pertama penulis mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkah, rahmat, dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan analisis ini tepat pada waktunya. Analisis yang berjudul “Analisis Puisi Karya Taufiq Ismail” ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah.
Dalam penulisan analisis ini, berbagai hambatan telah penulis alami. Sehubungan dengan hal tersebut, saya sebagai penulis dengan ketulusan hati mengucapkan terima kasih kepada Ibu Betta Anugrah Setiani, S.Pd selaku dosen Pengampu mata kuliah Apresiasi dan Kajian Puisi yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas analisis puisi ini, agar pengetahuan penulis mengenai materi pembelajaran lebih luas. Dan bagi para pembaca, semoga analisis puisi ini dapat bermanfaat.
Dalam penyusunan analisis puisi ini, penulis menyadari pengetahuan dan pengalaman penulis masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Dan penulis juga sangat mengharapkan adanya kritik dan saran dari berbagai pihak yang telah membaca, agar analisis puisi ini menjadi lebih baik dan bermanfaat. Terima kasih.

                                                                                                                 


                                                                                             Bogor,  Mei  2015         

                                                                                                       Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Landasan Teori
          Puisi merupakan sebuah karya sastra yang berisi tentang curahan hati dari seseorang yang dituangkan dalam sebuah tulisan dengan kata-kata pilihan yang indah dan padat akan makna. Menganalisis merupakan suatu kegiatan membedah untuk mengetahui unsur-unsur apa saja yang terkandung dalam sebuah karya sastra. Atau dapat dikatakan bahwa, menganalisis merupakan proses untuk mengetahui komposisi dan struktur yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Salah satunya adalah menganalisis puisi. Dalam menganalisis sebuah puisi, ada beberapa struktur yang dapat kita gunakan untuk mengetahui unsur-unsur atau komposisi yang terdapat dalam sebuah puisi tersebut. Struktur itu terbagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Struktur Kebahasaan (Struktur Fisik)
          Struktur kebahasaan dapat pula disebut sebagai metode puisi. Unsur-unsur bentuk atau struktur puisi dapat diuraikan dalam beberapa metode puisi yaitu : diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (Majas), versifikasi (Rima, Ritma dan Metrum) serta tata wajah puisi (Tipografi). Semua unsur tersebut sangat berkaitan dalam menganalisis puisi.
b. Struktur Batin Puisi
            Struktur puisi atau dapat disebut hakikat puisi mengungkapkan apa saja yang hendak dikemukakan oleh penyair dengan perasaan dan suasana jiwanya, dengan kata lain struktur batin puisi dapat diartikan dengan makna dari sebuah puisi. Ada empat hakikat puisi yaitu tema, perasaan, nada dan perasaan serta pesan atau amanat dari puisi.
            Hanya dengan menggunakan struktur-struktur tersebut, kita dapat mengetahui unsur dan komposisi yang dimiliki sebuah puisi dengan cara membedahnya atau menganalisis. Disini penulis mencoba menganalisis beberapa puisi karya dari Taufiq Ismail. Semoga hasil dari analisis puisi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Analisis Puisi “Seorang Tukang Rambutan Kepada Istrinya”
A. Analisis Struktur Fisik
Diksi
            Diksi dalam puisi ini tidak begitu sulit. Karena banyak menggunakan kata-kata  yang umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari, daripada menggunakan kata-kata yang bersifat konotatif. Namun, penggunaan kata-kata umum juga tidak sampai mempengaruhi keindahan puisi tersebut. Perhatikan larik pertama dan kedua pada puisi tersebut, yang mengatakan :
Tadi siang ada yang mati,
Dan yang mengantar banyak sekali
            Jelas dari larik pertama dan kedua menggunakan kata-kata yang umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya : tadi siang, mati, mengantar.
Pengimajian
            Pengimajian yang terdapat dalam puisi ini berbagai macam diantaranya imaji visual (penglihatan), imaji taktil (sesuatu dapat dirasakan) dan imaji auditif (pendengaran). Hal ini dapat kita temukan pada potongan puisinya yaitu :
Tadi siang ada yang mati,
Dan yang mengantar banyak sekali                                        (imaji visual)
Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah
Yang dulu berteriak: dua ratus, dua ratus!                             (imaji auditif)
Sampai bensin juga turun harganya
Sampai kita bisa naik bis pasar yang murah pula
Mereka kehausan dalam panas bukan main                           (imaji taktil)
Kata Konkret
            Kata konkret dalam puisi ini hanya sedikit, karena sebagian kata-katanya menggunakan bahasa yang umum digunakan. Kata konkret itu terdapat pada pada kalimat “Terbakar mukanya di atas truk terbuka” maksudnya para demonstran kepanasan dengan sinar matahari yang sangat terik.
Bahasa Figuratif (Majas)
            Bahasa figuratif dalam puisi ini menggunakan beberapa bahasa figuratif. Diantaranya adalah bahasa figuratif hiperbola atau kiasan yang berlebihan serta bahasa figuratif litotes atau kiasan yang tidak memiliki arti yang sebenarnya untuk merendahkan diri. Hal ini dapat kita temui dari beberapa potongan puisinya yaitu :
Terbakar mukanya di atas truk terbuka                      (Hiperbola)
Saya tersedu, bu. Belum pernah seumur hidup
Orang berterimakasih begitu jujurnya
Pada orang kecil seperti kita                                       (Litotes)
            Maksud dari terbakar mukanya di atas truk melambangkan para mahasiswa yang kepanasan oleh terik matahari dan orang kecil disini bukan orang kecil/sangat miskin, melainkan hanya merendahkan diri kepada pembacanya. Dengan tujuan agar tukang rambutan itu tidak menyombongkan dirinya.
Versifikasi (Rima, Ritma dan Metrum)
            Jika diperhatikan bahwa rima yang digunakan disetiap lariknya banyak menggunakan huruf a yang dipadu dengan huruf u yang melambangkan keberanian seorang mahasiswa dalam  melanjutkan perjuangan.
Mereka kehausan dalam panas bukan main
Terbakar mukanya di atas truk terbuka
Saya lemparkan sepuluh ikat rambutan kita, bu
Biarlah sepuluh ikat juga
Memang sudah rejeki mareka
            Bunyi yang digunakan dalam puisi ini ada yang berbunyi rendah dan ada pula yang berbunyi tinggi hal ini lebih dikenal dengan sebutan ritma. Perbedaan bunyi itu dapat kita temukan dalam potongan puisi :
Dan menyoraki saya. Betul bu, menyoraki saya
‘Hidup tukang rambutan! Hidup tukang rambutan!’
Dan ada yang turun dari truk, bu
Mengejar dan menyalami saya
‘Hidup rakyat!’ teriaknya
            Awalnya tukang rambutan itu berbicara seperti biasa saja, tetapi untuk
 mencontohkan cara mahasiswa berbicara dengan nada suara yang tinggi, maka tukang rambutan itu berbicara dengan nada suara yang tinggi pula. Dan untuk memberikan tanda bahwa kata-kata yang terdapat dalam puisi itu tinggi/rendah, maka digunakan simbol () untuk tekanan keras dan simbol (υ) untuk tekanan lemah. Hal ini disebut disebut metrum.
Tipografi
            Tipografi yang terdapat dalam puisi Seorang Tukang Rambutan Kepada Istrinya memiliki larik-larik yang hampir sama panjang antara larik pertama dan keduanya. Hal ini bertujuan untuk pemadatan makna disetiap lariknya.
B. Analisis Struktur Batin
Tema
            Puisi ini bertema kedaulatan rakyat yaitu tentang unjuk rasa para mahasiswa terhadap pemerintah yang menaikan harga. Dan dari aksi unjuk rasa itu ada salah satu mahasiswa yang tewas demi memperjuangkan agar harga barang turun demi kepentingan masyarakat. Hal ini sesuai dengan potongan puisi :
Tadi siang ada yang mati,
Dan yang mengantar banyak sekali
Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah
Yang dulu berteriak: dua ratus, dua ratus!
Sampai bensin juga turun harganya
Sampai kita bisa naik bis pasar yang murah pula
Nada dan Suasana
            Nada dalam puisi ini adalah kritik terhadap pemerintah yang menimbulkan suasana yang semangat dalam memberontak. Hal ini karena, banyak mahasiswa yang pantang menyerah dalam memperjuangkan hak-hak rakyat meskipun menewaskan salah seorang mahasiswa.
Perasaan
            Perasaan yang terdapat dalam puisi ini adalah rasa geram atau marah terhadap pemerintah yang melakukan hal kesewenangan dengan menaikan harga.
Pesan/Amanat
            Puisi ini memberikan pesan bahwa, jika kita melakukan hal sekecil apapun dan kita melakukannya dengan ikhlas, maka kita akan mendapatkan balasan yang mungkin akan lebih besar lagi. Contohnya tukang rambutan yang mendapatkan ucapan terimakasih yang tulus hanya dengan memberikan rambutan kepada mahasiswa yang sedang unjuk rasa. Dia tidak menyangka akan mendapatkan ucapan setulus itu, sedangkan dia hanya orang kecil. Sampai ketika mahasiswa itu naik ke truk ucapan terimakasih itu masih terdengar olehnya.
Mereka naik truk kembali
Masih meneriakan terimakasihnya

2.2. Analisis Puisi “Kerendahan Hati”
A. Analisis Struktur Fisik
Diksi
            Diksi yang digunakan dalam puisi ini, penyair banyak menggunakan istilah perumpamaan. Perumpamaan yang digunakan seperti tumbuhan ataupun sebuah tempat. Meskipun memiliki struktur rima yang berbeda dan bebas, tetapi hal ini tidak mempengaruhi keindahan dari puisi. Perumpamaan itu dapat dilihat dari pada potongan puisi berikut :
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
Memperkuat tanggul pinggiran jalan
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil
,
Pengimajian
            Pengimajian yang terdapat dalam puisi ini adalah imaji visual, hal ini sesuai dengan potongan puisi : Yang tegak di puncak bukit.
Kata Konkret
            Kata konkret yang digunakan dalam puisi ini terdapat pada potongan puisi sebagai berikut :
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
Memperkuat tanggul pinggiran jalan
            Maksudnya, jika kita tidak mampu untuk meniru seseorang atau ingin menjadi seperti orang lain tidaklah perlu. Cukup menjadi diri sendiri saja sudah cukup membuat orang lain bahagia.
Bahasa Figuratif (Majas)
            Bahasa figuratif yang digunakan dalam puisi ini bervariasi seperti bahasa figuratif personifikasi yang terdapat pada kalimat “Jalan setapak yang membawa ke mata air”. Bahasa figuratif depersonifikasi/membendakan manusia atau insan pada kalimat “Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya” serta bahasa figuratif hiperbola pada kalimat “Tidak semua kapten menjadi kapten”. Dan banyak pula menggunakan bahasa yang konotasi.
Versifikasi (Rima, Ritma dan Metrum)
            Jika kita memperhatikan puisi ini dengan sekilas, memang rima yang digunakan merupakan rima bebas. Tetapi, meskipun demikian hal ini tidak mempengaruhi keindahan dari makna dalam puisi ini.
            Untuk penggunaan ritma dalam puisi ini dapat kita perhatikan dari potongan puisi berikut :
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
yang tumbuh di tepi danau.
            Pada kalimat pertama penyair ingin memberitahukan sesuatu hal yang merupakan pesan atau saran yang baik untuk pembaca. Pada larik pertama pembaca menggunakan nada suara yang cukup tingga dan larik yang cukup rendah. Hal ini bertujuan untuk mempertegas kata yang akan disampaikan. Untuk hal membacakan tinggi rendahnya suatu bunyi, maka metrumlah yang berperan.
Tipografi
            Tipografi yang terdapat dalam puisi Kerendahan Hati memiliki larik-larik
yang hampir tidak sama dengan larik berikutnya. Pada larik pertama dan kedua
merupakan kalimat sambungan dari kalimat pertama, sedangkan larik berikutnya merupakan yang kalimat baru. Hal ini bermaksud untuk memberikan jawaban dari kalimat sebelumnya.
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
yang tumbuh di tepi danau.
B. Analisis Struktur Batin
Tema
            Puisi ini bertema kan tentang kerendahan hati seseorang untuk bisa menjadi dirinya sendiri, walaupun baik atau buruknya dirinya. Yang terpenting adalah mampu menjadi seseorang yang bermanfaat bagi orang lain.
Nada dan Suasana
            Nada yang digunakan dalam puisi ini adalah nada khusyuk karena puisi ini banyak menggunakan perumpamaan yang menyuruh manusia agar merendahkan diri dan senantiasa mampu bermanfaat bagi orang lain dan suasana yang dihasilkan menjadi suasana yang haru.
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air
Rasa
            Rasa yang terdapat dalam puisi ini adalah rasa haru, karena dalam puisi ini dijelaskan apakah kita sudah bermanfaat bagi orang lain? sedangkan, sebagai manusia harus bisa membantu orang lain yang membutuhkan. Kita juga tahu, kita tidak dapat hidup tanpa orang lain.
Pesan/Amanat
            Puisi ini memberikan pesan bahwa, kita sebagai manusia tidak boleh sombong, memiliki sifat rendah hati, membantu orang yang membutuhkan, menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain dan terutama menjadi diri kita sendiri. Karena baik atau buruknya diri kita, tetap itu diri kita.

2.3. Analisis Puisi “Sebuah Jaket Berlumur Darah”
A. Analisis Struktur Fisik
Diksi
            Diksi yang digunakan dalam puisi ini cukup rumit, karena kata-kata yang digunakan tidak semuanya menggunakan bahasa sehari-hari. Hal ini dapat ditemukan pada kata ikrar, tirani, setengah tiang, sang pelayan. Dan dalam puisi ini juga banyak diungkapkan kata-kata yang berisi pembelaan secara keras terhadap kelompoknya dan kepada pihak yang dikritik. Biasanya pihak yang dibela menggunakan kata-kata manis seperti kebebasan, keadilan, kebesaran dan sebagainya. Sedangkan untuk pihak yang dikritik menggunakan kata tirani, diktator, setan desa, munafik dan sebagainya. Perhatikan potongan puisi berikut :
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan “Selamat tinggal perjuangan”
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?
Pengimajian
            Pengimajian dalam puisi ini dapat kita temukan imaji visual, imaji auditif dan imaji taktil. Hal ini dapat kita temukan dalam potongan puisi :
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
                                                (imaji visual)
Telah berbagi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun
                                          (imaji taktil)
Seraya mengucapkan ‘Selamat tinggal perjuangan’
              (imaji auditif)
Kata Konkret
            Kata konkret dalam puisi ini dapat kita temukan dalam potongan puisi :
Telah berbagi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun
Sebuah sungai membatasi kita
            Dalam kalimat ini memiliki maksud bahwa telah pergi sosok seorang pejuang rakyat yang menyimpan kesedihan yang begitu dalam hati, serta adanya
pembeda antara pemerintah dan rakyat.
Bahasa Figuratif (Majas)
            Bahasa figuratif yang digunakan dalam puisi bermacam-macam, salah satu dari bahasa figuratif ini adalah bahasa figuratif personifikasi. Hal ini sesuai dengan potongan puisi “Menunduk Bendera Setengah Tiang” dan bahasa figuratif tautologi atau bahasa figuratif yang menggunakan kata-kata mubazir. Terdapat pada kalimat “Mereka berkata” kemudian disusul kata “Semua berkata” yang pada dasarnya memiliki makna yang sama yaitu para mahasiswa. Mungkin penyair hanya ingin mempertegas bahwa yang berkata itu adalah seluruh lapisan masyarakat yang mendukung para mahasiswa.
Verifikasi (Rima, Ritma dan Metrum)
            Jika kita memperhatikan rima dalam puisi ini secara sekilas, memang biasa saja. Tetapi, jika kita kaitkan dengan klanksymbol atau simbol bunyi yang memiliki makna, maka didapatkan maksud dari tujuan ini yaitu : Serta setiapbaitnya banyak yang menggunakan konsonan /h/ yang memiliki arti kedukaan, penggunaan konsonan /ng/ yang akan memberikan makna peristiwa yang terjadi sangat panjang serta efek vokal /a/, /i/, /u/ dan konsonan /k/, /b/, /p/ yang memberikan efek suasana yang kacau dan penuh dengan kesibukan. Perhatikan potongan puisi berikut :
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
            Untuk tinggi rendahnya bunyi suara, penyair meletakannya dalam beberapa kalimat dalam puisi tersebut. Salah satu diantaranya adalah “Spanduk kumal itu, ya spanduk itu” nada yang digunakan untuk kata Spanduk kumal itu” menggunakan nada yang rendah dan kata “ya spanduk itu” dengan nada rendah yang digunakan untuk memperjelas makna. Untuk masalah tekanan lemah atau tekanan kuatnya (metrum) dapat ditentukan dengan bantuan ritma.
Tipografi
            Tipografi yang terdapat dalam puisi Sebuah Jaket Berlumur Darah memiliki panjang larik yang hampir sama memiliki arti yang kaya akan makna, yang terkandung di dalamnya.
B. Analisis Struktur Batin
Tema
            Puisi ini bertema kan tentang kemarahan mahasiswa karena tewasnya salah satu rekan mereka pada saat unjuk rasa dan adanya pemisah antara pemerintah dengan rakyatnya yang menjadikan perbedaan antara rakyat dan pemerintah pada saat itu. Perhatikan potongan puisi berikut :
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Nada dan Suasana
            Nada yang digunakan dalam puisi ini menggunakan nada duka. Karena salah satu dari mahasiswa tewas pada saat unjuk rasa. Dan menimbulkan suasana haru karena para mahasiswa tersebut berusaha untuk meminta keadilan dengan berunjuk rasa wujud dari pembelaan dan berakhir dengan prosesi pemakaman.
Rasa
            Rasa yang ada dalam puisi ini adalah rasa marah, benci dan kesal dengan adanya ketidakadilan pemerintah. Dengan tewasnya salah seorang mahasiswa pada saat berunjuk rasa menambah rasa geram para mahasiswa.
Pesan/Amanat
            Pesan yang terdapat dalam puisi ini dapat kita temukan dilarik terakhir yaitu “Lanjutkan perjuangan” yang berarti bahwa kita harus berani dalam memperjuangkan hak-hak rakyat dan mampu melawan ketidakadilan. Gugur dalam berjuang itu lebih mulia daripada gugur karena menyerah.

2.4. Analisis Puisi “Karangan Bunga”
A. Analisis Struktur Fisik
Diksi
            Diksi dalam puisi ini banyak menggunakan kata-kata yang bersifat konotatif sehingga dapat menimbulkan makna yang ambigu. Meskipun demikian hal ini tidak mempengaruhi keindahan dari puisi ini. Selain bersifat konotatif, puisi ini juga banyak menggunakan perumpamaan yang mampu memperindah puisi, meskipun tidak memiliki rima yang beraturan. Agar pembaca turut merasakan kedukaan, dalam puisi ini banyak menggunakan kata ditembak mati, pita hitam, pemakaman dan sebagainya.
Pengimajian
            Pengimajian yang terdapat dalam puisi ini sangat jelas bahwa pengimajian yang digunakan imaji visual, imaji taktil serta imaji auditif. Hal ini dapat ditemukan dalam potongan puisi :
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu                                                     (imaji visual)
Datang ke Salemba
Ini dari kami bertiga                                                             (imaji auditif)
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka                                                         (imaji taktil)
Bagi kakak yang ditembak mati
Kata Konkret
            Kata konkret yang ada dalam puisi ini salah satunya terdapat dalam potongan puisi berikut :
Alma Mater, janganlah bersedih
Bila arakan ini bergerak pelahan
Menuju pemakaman
Maksudnya dari potongan puisi itu merupakan suara seseorang yang mengatakan bahwa mahasiswa tidak boleh menangis biarkan keranda mengantarkan mayat temannya ke pemakaman.
Bahasa Figuratif (Majas)
            Bahasa figuratif yang terdapat dalam puisi ini ada beberapa macam, salah satu diantaranya adalah metafora atau perumpamaan yang terdapat dalam salah potongan puisi berikut ini :
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke Salemba
            Maksudnya Tiga anak kecil disini merupakan tiga orang mahasiswa yang datang ke rumah rekannya di Salemba yang meninggal karena ditembak mati.
Verifikasi (Rima, Ritma dan Metrum)
            Dengan menggunakan klanksymbol atau simbol bunyi yang memiliki makna, maka didapatkan maksud dari tujuan ini yaitu : Dalam puisi ini juga jelas menggunakan konsonan /r/ dan /l/ yang dipandang dapat menambah suasana duka dalam puisi ini. Begitu pun penggunaan bunyi /i/ yang dipadu dengan /a/ mampu menambah kesedihan dan terkadang peran bunyi /i/ diganti oleh /u/. Perhatikan potongan puisi berikut :
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke Salemba
Sore itu.
Tipografi
            Tipografi yang terdapat dalam puisi Karangan Bunga adalah pada saat menunjukan keterangan waktu, penyair menyimpannya ke dalam larik yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk menjelaskan proses terjadinya sebuah kejadian.
B. Analisis Struktur Batin
Tema
            Puisi ini bertema kan tentang pengorbanan seorang pahlawan dalam melawan golongan tirani, yang pada akhirnya tewas ditembak dan akhirnya hanya meninggalkan tangisan diantara keluarganya dan teman-temannya atau bisa dikatakan temanya tentang kepahlawanan . Perhatikan potongan puisi berikut ini :
Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang di tembak mati
Nada dan Suasana
            Nada yang digunakan dalam puisi ini menggunakan nada duka. Karena puisi ini menceritakan tentang pengorbanan seseorang yang rela berkorban demi melawan seorang tirani dan puisi ini juga diciptakan agar dapat membuat pembaca iba terhadap puisi ini dan menciptakan suasana yang haru.
Rasa
            Rasa yang terdapat dalam puisi ini adalah rasa haru dan duka kepada tiga anak kecil yang membawa karangan bunga. Perhatikan potongan puisi berikut :
Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang di tembak mati
Pesan/Amanat
            Pesan yang ada dalam puisi ini adalah, kita harus berjuang melawan ketidakadilan terhadap tirani. Meskipun kita harus mengorbankan diri kita sendiri seperti pengorbanan para pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan.

2.5. Analisis Puisi “Kemis Pagi
A. Analisis Struktur Fisik
Diksi
            Diksi yang digunakan dalam puisi ini banyak menggunakan kalimat yang panjang dan sederhana. Meskipun demikian, hal ini tidak mengurangi keindahan puisi ini. Dan penyair juga menggunakan kata-kata yang tepat agar mampu mewakili perasaan penyair pada saat itu. Serta kata-kata konotasi yang digunakan cukup bervariasi. Perhatikan potongan puisi berikut :
Hari ini kita tangkap tangan-tangan Kebatilan
Yang selama ini mengenakan seragam kebesaran
Dan menaiki kereta-kereta kencana
Dan menggunakan meterai kerajaan
Pengimajian
            Pengimajian yang digunakan dalam puisi ini adalah imaji visual, imaji auditif yang terdapat dalam potongan puisi :
Dan menaiki kereta-kereta kencana
Dan menggunakan meterai kerajaan
Dengan suara lantang memperatasnamakan
Kawula dukana yang berpuluh juta
Dan penggunaan imaji taktil yang terdapat dalam potongan puisi :
Seorang ketika digiring, tersedu
Membuka sendiri tanda kebesaran di pundaknya
Dan berjalan perlahan dengan lemahnya.
Kata Konkret
            Kata konkret yang terdapat dalam puisi ini salah satunya terdapat pada potongan puisi :
Dan menaiki kereta-kereta kencana
Dan menggunakan meterai kerajaan
Dengan suara lantang memperatasnamakan
Kawula dukana yang berpuluh juta
            Maksud dari potongan puisi itu bahwa para penguasa pada masa itu banyak menghamburkan uang rakyat demi kepentingan yang tidak bermanfaat. Seperti pembangunan Monumen, hotel yang mewah dan sebagainya.
Bahasa Figuratif (Majas)
            Bahasa figuratif yang digunakan dalam puisi ini adalah bahasa figuratif ironi atau bahasa figuratif sindidran yang digunakan untuk mengkritik. Kata-kata yang digunakan dalam puisi ini keras dan kasar. Ironi terdiri dari sinisme dan sarkasme. Jika ironi harus mengatakan kebalikan dari apa yang diucapkan, maka sinisme dan sarkasme tidak. Perhatikan potongan puisi berikut ini :
Penyebar bisa fitnah dan dusta durjana
Bertahun-tahun lamanya
            Maksud dari potongan puisi ini bahwa ada pihak penguasa menyebarkan fitnah terhadap para sastrawan yang menurut mereka karyanya membuat mereka tersinggung.
Mereka yang merencanakan seratus mahligai raksasa
Membeli benda-benda tanpa harga di manca negara
Dan memperoleh uang emas beratus juta
Bagi diri sendiri, di bank-bank luar negeri
Merekalah pengatur jina secara terbuka
Dan menistakan kehormatan wanita, kaum dari ibu kita.
            Dalam potongan puisi ini dijelaskan bahwa pihak penguasa akan memberikan apa yang diperlukan oleh rakyat. Namun, pada kenyataannya tidak. Sehingga terjadi kekacauan dalam pemenuhan bahan pangan masyarakat. Sehingga memaksa wanita bekerja untuk orang lain yang memiliki uang yang banyak untuk memenuhi kebutuhannya..
Verifikasi (Rima, Ritma dan Metrum)
            Dalam hal rima yang dikaitkan dengan klanksymbolik, penggunaan konsonan /ng/ yang akan memberikan makna peristiwa yang terjadi sangat panjang serta efek vokal /a/, /i/, /u/ dan konsonan /k/, /b/, /p/ yang memberikan efek suasana yang kacau dan efek suasana yang penuh dengan kesibukan. Perhatikan potongan puisi berikut :
Hari ini kita tangkap tangan-tangan Kebatilan
Yang selama ini mengenakan seragam kebesaran
Dan menaiki kereta-kereta kencana
Dan menggunakan meterai kerajaan
Dengan suara lantang memperatasnamakan
Kawula dukana yang berpuluh juta
            Ritma yang digunakan dalam puisi ini menggunakan bunyi suara yang keras. Hal ini karena penyair merasa geram terhadap pemerintahan yang berkuasa dan bertindak sewenang-wenang. Juga penggunaan tekanan yang digunakan disini
menggunakan tekanan yang keras. Perhatikan potongan puisi berikut :
Dengan suara lantang memperatasnamakan
Kawula dukana yang berpuluh juta
Tipografi
            Tipografi yang terdapat dalam puisi Kemis Pagi memiliki larik-larik yang tidak sama panjang dan setiap baitnya terdiri dari larik-larik yang genap dan tidak terdapatnya tanda baca yang mungkin bertujuan agar pembaca harus lebih tahu makna yang terkandung dalam puisi itu.
B. Analisis Struktur Batin
Tema
            Sangat jelas bahwa puisi ini bertema kan tentang kedaulatan rakyat. Karena dalam puisi ini, penyair berusaha untuk memperjuangkan dan menentang sikap kesewenang-wenagan tirani dari pihak yang berkuasa.
Nada dan Suasana
            Nada yang digunakan dalam puisi ini adalah nada kritik. Hal ini karena banyaknya kata-kata yang menyindir atau mengkritik tentang kesewenang-wenangan pihak yang berkuasa dan suasana yang digunakan pun sangat geram akibat kesewenang-wenangan tersebut. Perhatikan potongan puisi berikut :
Merekalah pengatur jina secara terbuka
Dan menistakan kehormatan wanita, kaum dari ibu kita.
Rasa
            Rasa yang terdapat dalam puisi ini adalah rasa geram, benci dan kesal dengan adanya ketidakadilan yang merajalela pada saat itu. Sehingga penyair mengeluarkan segala emosinya dalam sebuah kata-kata untuk menunjukan rasa perasaan yang dia rasakan.
Pesan/Amanat
            Pesan yang terdapat dalam puisi ini adalah kita harus memperjuangkan kedaulatan rakyat. Jangan sampai terjadi ketidakadilan dan kesewenang-wenangan ada diantara rakyat dan pemerintah.

BAB III
PENUTUP
3.2. Kesimpulan
            Dalam sebuah karya sastra pasti memiliki struktur penyusunnya. Salah satu dari karya sastra itu adalah puisi. Puisi merupakan merupakan karya sastra yang disusun oleh dua struktur : Versifikasi (Rima, Ritma dan Metrum)
a. Struktur Fisik
Diksi                                                Bahasa Figuratif (Majas)
Pengimajian                                     Versifikasi (Rima, Ritma dan Metrum)
Kata Konkret                                  Tipografi
b. Struktur Batin
Tema                                          ● Nada dan Suasana
Rasa                           ● Pesan/Amanat
            Struktur puisi diatas dapat digunakan untuk membedah isi atau menganalisis komposisi dari sebuah puisi, sehingga kita tahu apa hal apa saja yang menyusun sebuah puisi.

3.2. Saran
            Saran yang dapat penulis sampaikan untuk analisis puisi ini adalah lebih banyak mencari sumber informasi dari berbagai media. Baik itu media cetak maupun media elektronik. Hal ini karena, menganalisis puisi merupakan hal yang cukup rumit dalam menentukan struktur fisik maupun batinnya. Semoga dengan adanya analisis puisi yang penulis buat dapat bermanfaat bagi para pembacanya.







DAFTAR PUSTAKA
Darmawati.2013.Belajar Bahasa Indonesia.Klaten:Mancana Jaya Cemerlang.
Ismail, Taufiq.1993. Tirani dan Benteng : Dua Kumpulan Puisi. Jakarta : Yayasan Ananda.
Pradopo, Rachmat Djoko.1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
























Lampiran :
Seorang Tukang Rambutan pada Istrinya
 “Tadi siang ada yang mati,
Dan yang mengantar banyak sekali
Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah
Yang dulu berteriak: dua ratus, dua ratus!
Sampai bensin juga turun harganya
Sampai kita bisa naik bis pasar yang murah pula
Mereka kehausan dalam panas bukan main
Terbakar muka di atas truk terbuka
Saya lemparkan sepuluh ikat rambutan kita, bu
Biarlah sepuluh ikat juga
memang sudah rezeki mereka
Mereka berteriak-teriak kegirangan dan berebutan
Seperti anak-anak kecil
“Hidup tukang rambutan! Hidup tukang rambutan!”
Dan menyoraki saya. Betul bu, menyoraki saya
Dan ada yang turun dari truk, bu
Mengejar dan menyalami saya
“Hidup pak rambutan!” sorak mereka

Saya dipanggul dan diarak-arak sebentar
“Hidup pak rambutan!” sorak mereka
“Terima kasih, pak, terima kasih!
Bapak setuju kami, bukan?”
Saya mengangguk-angguk. Tak bisa bicara
“Doakan perjuangan kami, pak,”
Mereka naik truk kembali
Masih meneriakkan terima kasih mereka
“Hidup pak rambutan! Hidup rakyat!”
Saya tersedu, bu. Saya tersedu
Belum pernah seumur hidup
Orang berterima-kasih begitu jujurnya
Pada orang kecil seperti kita.
                                                                                                Taufiq Ismail, 1966
Kerendahan Hati
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
yang tumbuh di tepi danau
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
memperkuat tanggul pinggiran jalan
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air

Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya….
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri
Taufiq Ismail, 1966
Sebuah Jaket Berlumur Darah
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah berbagi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja

Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan
Selamat tinggal perjuangan
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang

Pesan itu telah sampai ke mana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atap bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
LANJUTKAN PERJUANGAN!
Taufiq Ismail, 1966
Karangan Bunga
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke Salemba
Sore itu

‘Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi”.

Alma Mater, janganlah bersedih
Bila arakan ini bergerak pelahan
Menuju pemakaman
Siang ini

Anakmu yang berani
Telah tersungkur ke bumi
Ketika melawan tirani
                                                                                                Taufiq Ismail, 1966    
Kemis Pagi
Hari ini kita tangkap tangan-tangan Kebatilan
Yang selama ini mengenakan seragam kebesaran
Dan menaiki kereta-kereta kencana
Dan menggunakan meterai kerajaan
Dengan suara lantang memperatasnamakan
Kawula dukana yang berpuluh juta
Hari ini kita serahkan mereka
Untuk digantung di tiang Keadilan
Penyebar bisa fitnah dan dusta durjana
Bertahun-tahun lamanya

Mereka yang merencanakan seratus mahligai raksasa
Membeli benda-benda tanpa harga di manca negara
Dan memperoleh uang emas beratus juta
Bagi diri sendiri, di bank-bank luar negeri
Merekalah pengatur jina secara terbuka
Dan menistakan kehormatan wanita, kaum dari ibu kita.
Hari ini kita tangkap tangan-tangan kebatilan
Kebanyakan anak-anak muda berumur belasan
Telah kita naiki gedung-gedung itu
Mereka semua pucat, tiada lagi berdaya
Seorang ketika digiring, tersedu
Membuka sendiri tanda kebesaran di pundaknya
Dan berjalan perlahan dengan lemahnya.
Taufiq Ismail, 1966