Jumat, 22 Januari 2016

Laporan Wawancara Perjuanganku untuk Si Makassar
           Dosen Mata Kuliah : Sofiatin, M.Pd.


Laporan Kelompok
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Teknik Wawancara dan Penulisan Berita

Disusun oleh :
                        Nama                                                              NIM
1. Devi Lestiavi                                                0142S1B014044
2. Jaenul Humaedilah                                     0142S1B014038
3. Muhamad Mardiansyah                             0142S1B014037
4. Wine Febhiani Mulkiyah                            0142S1B014006

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH BOGOR
2016
KATA PENGANTAR
Pertama kami mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkah, rahmat, dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Laporan wawancara yang berjudul “Perjuanganku untuk Si Makassar”ini disusun untuk bahan pembelajaran dan diskusi.
Penulis sadar, bahwa apa yang telah penulis peroleh tidak semata-mata hasil dari jerih payah penulis sendiri. Tetapi, hasil dari keterlibatan semua pihak. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1.      Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan berbagai macam bantuan. Baik yang bersifat materi, pikiran, dan juga memberikan motivator serta fasilitator.
2.      Bapak Haerudin selaku narasumber yang telah memberikan segala informasinya untuk penyusunan laporan ini.
3.      Ibu Sofiatin, M.Pd. selaku dosen pengampu yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas ini, agar pengetahuan kami mengenai materi pembelajaran lebih luas.
Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari pengetahuan dan pengalaman kami masih sangat terbatas. Oleh karena itu, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Dan kami juga sangat mengharapkan adanya kritik dan saran dari berbagai pihak yang telah membaca, agar laporan ini menjadi lebih baik dan bermanfaat. Terima kasih.

     Bogor,16 Januari 2016
                   Penulis
Perjuanganku untuk Si Makassar
            Pada hari kamis, tanggal 14 Januari 2016 kami mengadakan kegiatan wawancara dengan salah satu penjual Martabak untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teknik Wawancara dan Penulisan Berita. Serta sebagai latihan dan penambah wawasan untuk mencari informasi.
Wartawan        : “Asalamualaikum.”
Narasumber     : “Waalaikumsalam.”
Wartawan        : “Selamat sore Pak. Maaf mengganggu waktunya, saya
                        Mahasiswa STKIP Muhammadiyah Bogor. Bisa minta
                        waktunya sebentar untuk mewawancara?”
Narasumber     : “Iya, tentu saja bisa. Kebetulan saya sedang tidak melayani
                        pelanggan.”
Wartawan        : “Maaf pak, nama bapak siapa?”
Narasumber     : “Nama saya Haerudin.”
Wartawan        : “Bapak tinggal dimana?”
Narasumber     : “Saya tinggal di Kampung Kaum Leuwiliang.”
Wartawan        : “Apakah bapak sudah menikah?”
Narasumber     : “Iya, saya sudah menikah.”
Wartawan        : “Apakah bapak sudah mempunyai anak? Berapa anak
                        bapak?”
Narasumber     : “Saya sudah punya anak, anak saya 3 orang. Anak pertama
                        perempuan, sekarang kuliah di Makassar. Anak kedua laki-laki
                        sekarang sudah bekerja dan anak ketiga saya masih sekolah kelas
                       2 SMP di Leuwiliang.”
Wartawan        : “Apakah bapak sudah izin berjualan disini?”
Narasumber     : “Iya, saya sudah meminta izin untuk berjualan disini.”
Wartawan        : “Apakah bapak pernah terjaring razia?”
Narasumber     : “ Iya pernah, ketika saya berjualan pada bulan puasa.”
Wartawan        : “Kalau boleh tahu, kenapa bapak bisa terjaring razia?”
Narasumber     : “Saya terkena razia karena, saya berjualan terlalu siang. Sekitar
                        pukul 15:00 WIB.”
Wartawan        : “Apakah bapak tidak merasa kapok?”
Narasumber     : “Tidak, karena ini satu-satunya mata pencaharian saya.”
Wartawan        : “Sejak kapan bapak berjualan disini?”
Narasumber     : “Saya mulai berjualan sejak duduk di kelas 4 SD.”
Wartawan        : “Apakah bapak tidak merasa terganggu ketika harus
                          berjualan sambil sekolah? Dengan siapa bapak berjualan?”
Narasumber     : “Tidak, karena saya masuk sekolah pada pagi hari. Saya mulai
                        belajar berjualan dengan orangtua saya.”
Wartawan        : “Kira-kira, berapa penghasilan bapak setiap harinya?”
Narasumber     : “Untuk penghasilan tidak menentu.”
Wartawan        : “Dimana saja bapak berjualan?”
Narasumber     : “Saya berjualan hanya di satu tempat saja yaitu di depan Bank
                        Amanah Ummah.”
Wartawan        : “Apakah ada suka dan duka ketika bapak berjualan?”
Narasumber     : “Untuk suka dan dukanya pasti ada, sukanya kalau jualannya
                        rame dan dukanya kalau jualannya sepi.”
Wartawan        : “Dari kalangan mana saja yang membeli barang dagangan
                        bapak?”
Narasumber     : “Dari semua kalangan.”
Wartawan        : “Mengapa bapak berjualan barang yang bapak jual?”
Narasumber     : “Karena modalnya yang cukup terjangkau.”
Wartawan        : “Bagaimana jika barang dagangan bapak tidak habis, apa
                        yang akan bapak lakukan.”
Narasumber     : “Jika barang dagangan saya tidak habis, mau tidak mau saya
                        harus membuangnya karena sudah tidak layak untuk dijual.”
Wartawan        : “Pada waktu apa saja bapak meraih keuntungan yang besar?
                        Apakah pada hari tertentu atau tidak?”
Narasumber     : “Saya meraih keuntungan yang besar pada hari libur nasional.”
Wartawan        : “Bapak berjualan dari pukul berapa sampai pukul berapa?”
Narasumber     : “Saya mulai berjualan pada pukul 15:00 WIB sampai dagangan
                        saya habis.”
Wartawan        : “Apakah hasil berjualan ini mencukupi kehidupan keluarga
                        bapak?”
Narasumber       : “Alhamdulillah mencukupi, karena saya juga harus membiayai
                        anak saya yang sedang kuliah di Makassar.”
Wartawan        : “Mengapa anak bapak harus kuliah di Makassar?
                            Kenapa tidak kuliah disini saja yang jaraknya dekat dengan
                        rumah bapak, agar sedikit meringankan beban keluarga
                        bapak?”
Narasumber     : “Saya yang meminta dia untuk kuliah dimana saja, asalkan
    mampu belajar dengan sungguh-sungguh. Agar bisa      
    membanggakan saya selaku orangtuanya.
              Selain itu, dia juga anak yang rajin belajar dan  memiliki     
              prestasi  yang cukup baik. Jadi saya tidak ragu untuk 
              menkuliahkan dia dimana saja.”
Wartawan        : “Selain dari berjualan martabak, apakah bapak ada
                        pekerjaan sampingan?”
Narasumber     : “Tidak ada, saya hanya berjualan saja.”
Wartawan        : “Apakah bapak pernah mengalami kerugian yang cukup
                        besar?”
Narasumber     : “Alhamdulillah, tidak pernah.”
Wartawan        : “Apakah bapak tidak pernah berpikir untuk berhenti
                        berjualan, dengan berjualan yang lain?”
Narasumber     : “Bergantung keadaan, jika tidak ada lahan maka saya akan
                        berhenti berjualan.”
Wartawan        : “Apakah bapak memiliki banyak saingan dalam berdagang?”
Narasumber     : “Banyak sekali.”
Wartawan        : “Apakah bapak pernah mengeluh ketika berdagang?”
Narasumber     : “Iya, pastinya saya pernah mengeluh ketika barang dagangan
                        saya sedikit yang membeli.”
Wartawan        : “Sebenarnya pengeluaran terbesar bapak dalam hal apa?”
Narasumber     : “Tadi saya sudah bilang, saya punya anak yang kuliah di
                        Makassar. Sehingga, saya harus bekerja keras untuk membiayai
                        anak saya agar bisa menggapai cita-citanya.”
Wartawan        : “Oh… Iya pak, kalau begitu saya mengucapkan terima kasih
                        untuk informasinya.”
Narasumber     : “Iya sama-sama.”
Lampiran Dokumentasi       :
   
   

    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar